Alquran, manusia, dan Moralitas Al Qur’an, Manusia dan Moralitas

(http://www.syariahonline.com/fatwa.php?lihat=detil&id=140)
Oleh : Dr.H.M. Roem Rowi,MA.

Al Qur'an secara riil baru turun dan diterima Rasulullah kurang lebih 15 abad yang lalu. Namun nilai, hikmah, dan mutiaranya telah hadir jauh sebelum itu, yaitu bersama kehadiran manusia itu sendiri di planet bumi ini. Hal itu disebabkan :
Pertama :
Kehadiran Al Qur'an memang semata-mata karena manusia untuk manusia dan hanya menggarap manusia. Meski akan dan pasti berimplikasi global lagi total. Manusia nyaris segala-galanya bagi Al Qur'an.
Kedua :
Al Qur'an, baik secara etimologi maupun terminologi adalah himpunan dan capita selecta, himpunan hikmah dan mutiara kebenaran ajaran yang pernah diturunkan oleh Al Khalik kepada setiap Nabi dan Rasul, sejak era Nabi Adam A.S. sampai dengan Nabi besar Muhammad SAW untuk menuntun dan membimbing umat manusia menuju suatu tujuan yang akan mampu mempertahankan harkat dan martabatnya yang teramat mulia lagi berkualitas membahagiakan dan mensejahterakannya serta menyelamatkannya dari hal-hal yang menyesatkannya; lagi menjatuhkannya dari derajat, harkat, dan martabatnya yang mulia dan sangat terhormat tersebut. Karenanya, untuk menunjukkan betapa penting dan vitalnya kehadiran Al Qur'an bagi manusia dan totalitas alam semesta, serta fatalnya akibat mengubah dan mengabaikannya, Allah sendiri perlu menegaskan jaminan kelestarian Al Qur'an dan otensitasnya (15:9). la dan nilainya akan tetap lestari dan abadi atas jaminanNya. Untuk memvisualisasikan nilai tambah produktifitas dan dampak positifnya terhadap manusia dan jagad raya, digambarkan bahwa malam Qodar yang bertepatan denga turunnya Al Qur'an dan bersentuhan dengannya, mendapatkan percikan nilai tambah (berkah) dari padanya sehingga melampaui dan memecahkan rekor nilai ibadah dan berjihad selama 1.000 bulan (kurang lebih 83,33 tahun) secara terus menerus (97 : 1-5).
Tentu ini berarti pula, bahwa setiap muslim siapapun manusianya mampu membuat dirinya lebih bernilai daripada ribuan atau jutaan orang manusia lainnya, asal ia siap mendapatkan sentuhan-sentuhan Al Qur'an dalam segala aspek kehidupannya. lapun bisa lebih hebat dari nilai malam Qadar itu sendiri, manakala ia telah berinteraksi positif dengan nilai-nilai Al Qur'an. Kiranya iapun harus terpacu untuk menjadikan dirinya manusia yang lebih menekankan kualitas dan produktifitas, daripada sekedar puas dengan kuantitas.

Dalam banyak ayat, Al-Qur'an menegaskan pengakuannya akan potensi dan keunggulan-keunggulan yang diberikan dan diamanatkan kepada mahluk yang bernama manusia, yaitu:
la dimuliakan dan diistimewakan di atas segenap mahluk yang lain dengan kemampuanmenjelajahi dan mengeksploitasi segala penjuru jagad raya (17:70).
la dipercaya sebagai Khalifah dan mandataris-Nya di bumi karena kemampuannya menyerap dan mengembangkan IP-TEK (2 :30-31 :165).
Karenanya pula malaikat, mahluk yang lebih suci, itupun diperintahkan untuk sujud dan hormat kepadanya (2:34).
Diciptakan-Nya dalam bentuk dan struktur yang paling baik, lengkap dan sempurna (95:5).
Ditundukkannya seluruh jagad raya untuk mengabdi kepada kepentingannya (31:21, 45:13, 14:32-34).
Dibekalinya dengan sarana pengindera, kekuatan akal sebagai pengendali, otak dan nalar sebagai daya cipta, perasaan dan kalbu sebagai referensi dan timbang rasa nafsu dan keinginan sebagai motor pendorong dan dinamaika (16:78).
Dibekalinya dengan potensi dan kecenderungan bertauhid sebagai fitrahnya (30:30, 7:172-173).
Iapun bebas memilih, menentukan dan memutuskan setelah Allah memilah dan menunjukkan (18:29,76:3,2:256). Dalam konteks ini memilih kufur sekalipun dipersilahkan.
Di sisi lain A1 Qur'an mengingatkan manusia akan berbagai keterbatasan, kelemahan, dan kekerdilannya yang menjadi kendalanya bahkan tidak jarang pula menjerumuskannya dan membinasakannya, antara lain :
Kecenderungan melampaui batas dan mengambil jalan pintas, lebih-lebih bila telah merasa cukup ilmu dan segala sarana yang mendukungnya (96:6-7, 28:78).
Kecerobohan, ketergesaan dan kejahilannya (17:11, 33:72).
Kekufuran clan kecilnya keterbukaan untuk secara satria menerima kebesaran tuntutan Tuhannya (17:89,25:50,14:34, 100:6), dan mengakui kesalahannya.
Rawan dan lemahnya daya tahan mental spiritual dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian kehidupan (70:19-22, 17:83).
Kecenderungan yang cukup berlebihan dan serakah kepada dunia, materi serta lalai akan tanggung jawab akhirat (75:20-21, 85:16-17, 89:19-20, 100:8).
Keterbatasan kemampuan fi.sik, termasuk akal fikiran dan masih banyak lagi kelemahanlain yang sering tidak disadarinya (4:28, 8:66, 30:54).
Karena kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang jauh lebih banyak daripada keunggulan-keunggulan yang dimiliki manusia itulah Al Qur'an senantiasa mengingatkan agar selalu sadar bahwa keunggulan dan supremasi yang dia miliki itu bukan jaminan baginya untuk tetap unggul, bahkan bisa jadi sebaliknya suatu yang inheren pada dirinya. Kesemuanya itu sekedar amanat dan pinjaman, bukan anugerah ataupun pemberian, manusia selalu dituntun-Nya untuk menyadari, meyakini, dan mengatakan : "Tiada daya atau kekuatan apapun kecuali dengan kekuatan (pinjaman) Allah Yang Maha Agung".

Kejatuhan Adam meski dengan keunggulan IPTEKnya harus menjadi pelajaran sepanjang masa bagi umat manusia, anak turun Adam yang tidak boleh terulang kembali. Pelajaran tersebut antara lain .
IPTEK tanpa dipadu oleh IMTAQ hanya akan menambah keserakahan dan kecongkakan yang akan mengantarkan umat manusia pada malapetaka dan kehancuran.
Demikian halnya pelanggaran,penyimpangan, dan mengabaikan garis yang telah ditetapkan oleh Allah yang Maha Penentu
Sebaliknya, bencana dan lapetaka muncul akibat penyimpangan terhdapa ketentuan dan ketetapan-Nya dan sekaligus sebagai andokator kuat bahwa sunnah dan ajarannya tidak berjalan sebagaimana mestinya
Qorun dengan keserakahan dan kecongkakan intelektualnya juga berakhir sebagai akibat dari ucapannya "Segala kekayaan itu kudapatkan hanya semata-mata karena ilmu pengetahuan”(28:78).
Karenanya sangat dimungkinkan bahwa keunggulan dan supremasi, manusia itu,jastru akan menjadikannya sebagai makhluk yang paling rendah kualitas dan derajatnya "Kemudian Kami jungkirbaiikkan ke derajat yang paling rendah" (95:5). Bahkan bisa lebih rendah dan lebih brutal dari binatang sekalipun (7:179, 25:44). Manusia hanya akan mampu mempertahankan kodrat dan martabatnya yang super bila mampu mengintegrasikan antara IMTAQ, IPTEK & MORAL

"Kecuali mereka yang beriman dan shaleh (berama,baik)" (95:6),

"Allah (hanya) meninggikan derajat orang-.orang yang ber-MITAQ lagi ber-IPTEK (58:1I).

Kejatuhan manusia pasti akan terjadi manakala ia tidak mampu mengendalikan dirinya, nafsu dan ambisinya atau kalau justru ia yang dikendalikan oleh nafsunya. Hakekatnya, kita ini baru manusia dan hanya manusia selama kita mampu mcngendalikan, menguasa, dan mengerahkan diri kita secara utuh kepada yang haq Juga selama kita masih mau menjaga jarak antara kita dan dunia materi serta mampu pula menundukkan dan mengeksploitasi alam ini agar hanya untuk mengabdi kepada kepentingan kita, sebab Allah berfirman dalam suatu hadist Qudsi Artinya : "Wahai anak Adam! Aku ciptakan kamu hanya semala-mata untuk mengabdi kepadaKu. Sementara segalanya ini (alam) Aku ciptakan semata-mata agar mengabdi kepadamu. Maka jangan sekali-kali kamu disibukkan dan dininabobokan oleh segala hal yang seharusnya semata-mata hanya mengabdi untuk kepentinganmu, sehingga kamu lalai akctn dirimu yang semata-mata hanya untuk mengabdi kepada-Ku".

Karenanya, Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang mempertuhankan dan diperbudak oleh hawa nafsunya, membiarkan mereka tertutup rapat pendengaran, akal dan penglihatan mereka, meskipun mereka itu orang berIPTEK dan cerdik cendekia (45:23).

Memang ayat pertama adalah perintah untuk membaca, mengamati, mengkaji, dan meneliti. Sungguh unik dan tiada duanya, apalagi objek yang harus dibaca dan diteliti sama sekali tidak dibatasi dan tidak ditentukan oleh Allah. Ini berarti bahwa apapun harus kita baca, kita teliti, dan kita kaji. Tersirat pula dalam redaksi tersebut bahwa Islam menempatkan ilmu di atas segala-galanya. Namun ayat yang sama mengingatkan kita bahwa objek ICajian dan penelitian tersebut haruslah tetap dalam kerangka Rububiyah Allah Tuhan Penata dan Pemelihara alam semesta tidak boleh terputus dari padaNya. Karenanya Allah menyatakan: "Bacalah dengan nama Tuhanmu (Penata dan Pemelihara alam semesta) ".
A1 Qur'an tidak melihat adanya pemisahan dan keterputusan antara ilmu apapun dengan peran dan keberadaan Tuhan di dalamnya. Kiranya mengkaji bidang/disiplin ilmu apapun, haruslah ditampakkan benang merah yang menghubungkan antara peran dan keberadaan Allah A1 Khalik (rububiyah-Nya) dibalik ilmu tersebut. Tanpa adanya upaya untuk mengkolerasikan antara keduanya, pasti hanya akan menghasilkan ilmu dan ilmuwan yang sekuler dan dikhotomis, yang tidak dikenal oleh Al Qur'an maupun Islam, dan juga nyaris tidak mengenal Tuhannya. Akibat dari padanya pun agaknya sudah cukup lama kita rasakan dan cukup membuat manusia menderita.

Dalam aspek moralitas, tampak bahwa Al Qur'an pun menekankan adanya kesatuan yang utuh dan padu antara aqidah syariah dan ahlak/moral. Ahlak moral bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri dan terpisah dalam ajaran Al Qur'an , dari yang lain.

Karenanya, bukanlah aqidah yang benar jika tidak menghasilkan ibadah yang benar pula. Tidaklah ada artinya yang tidak menghasilkan ahlak karimah (moral terpuji). Begitu juga yang tidak berasaskan aqidah dan syariat, bukanlah moral yang sebenarnya. Maka ahlak adalah jabaran praktis dari ibadah dan ibadah adalah jabaran konkrit dari aqidah.

Dalam konteks ini A1 Qur'an juga tidak hadir dengan teori-teori ahlak yang rumit dan pelik, lagi tidak membumi sebagai yang dihadirkan oleh para filosof. Al Qur'an hanya menunjukkanmana yang haq (benar) dan mana yang salah, disertai contoh konkrit dan praktis dengan menunjuk figur yang memperbuatnya sehingga menjadi lebih membumi praktis dan realistis. Bahkan seluruh nilainya telah teruji cobakan dalam sejarah perjalanan umat manusia. Praktek kehidupan Rasul adalah jabaran moral Al Qur'an, sedang A1 Qur'an adalah gambaran tentang ahlak Rasul, sebagaimana jawaban Aisyah, istri beliau ketika ditanya tentang itu : Artinya : 'Akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an".
Agaknya masalah keteladanan adalah unsur yang sangat penting dan ditekankan. Al Qur'an juga hanya berorientasi pada yang benar bukan hanya baik, apalagi sekedar yang enak. Karenanya sejak lembar pertamanya Al Qur'an sudah menyatakan bahwa seluruh kandungannya bernilai pasti, benar, dan tidak sedikitpun yang meragukan (2:2). Dalam berpuluh-puluh ayat yang lain Al Qur'an memproklamirkan dirinya hanya untuk dengan kebenaran yang mutlak (haq) dan hanya bermuatan yang haq itu pula (a.l. 13:1, 17:105) sempurna tanpa sedikitpun cacat atau salah (11:1, 18:1, 41:42). Penegasan demikian tentunya bukan saja wajar, melainkan perlu, penting, dan harus. Sebab ia datang dari Dzat yang Maha Benar dan fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk haruslah benar, jelas, dan tegas. Sementara kebenaran maupun kebaikan menurut manusia sangat relatif bahkan bias, akibat keterlibatan kepentingan dan interest mereka, di samping keterbatasan akal manusia. Padahal kalau saja kebenaran itu harus mengikuti keinginan dan kepentingan mereka yang dhaif dan relatif itu, resikonya sangat mengerikan, hancur binasanya jagad raya lengkap dengan seluruh isinya (23:71)

Meskipun demikian, penegasan-penegasan bisa menjadi tidak berarti sama sekali, manakala prinsip Syahadah Tauhid (Monotheisme) belum tumbuh dan terbangun secara kokoh dalam diri setiap muslim umat al Qur'an. Dalam kondisi demikian tentu sulit diharapkan untuk senantiasa bertahkim kepada A1 Qur'an dan menjadikan A1 Qur'an sebagai acuan pertama dan utama serta menerima kemutlakan kebenrannya yang menjadi kewajiban setiap individu sebelum secara kelembagaan

Moralitas yang baik, kokoh dan konsisten hanya akan muncul dari pribadi yang senantiasa merasakan kehadiran Allah bersamanya, untuk menuntun hati nurani dan nalurinya di samping juga mengawasinya. Juga yang selalu sadar dan merasakan pengawasan melekat oleh malaikat di kanan kirinya sebelum pengawasan oleh sesamanya.

Begitu juga yang senantiasa sadar bahwa segala perbuatannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Khaliknya yang Maha Adil dan tidak mengenal rekayasa. Mereka itulah pengemban amanat Allah yang sebenarnya sadar akan tugas dan fungsinya yang harus tunduk kepadanya (beribadah) (51:56).

Agaknya, memang itulah misi dan tujuan utama kehadiran N1 Qur'an dan nabi besar Muhammad SAW, dalam sabdanya : Artinya : "Aku diutus semata-mata hanya untuk mewujudkan pribadi yang berahlak mulia lagi paripurna”
Kiranya pribadi-pribadi yang bermoralitas Qur’an sedemikian rupa, sangat dibutuhkan untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Peluang dan sekaligus tantangan ini tentunya harus dijawab oleh umat ini. Mampukah kita mengaktualisasikan potensi kekuatan etik dan moral Qur'an ini untuk mengarahkan, lebih mensukseskan dan mengamankan pembangunan? Sekaligus membuktikan bahwa kita ini adalah Khoiru Ummah dan Rahmatan Lil'alamin ?

Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini, tentu bukan saja yang paling berkepentingan terhadap hasil pembangunan, melainkan juga yang harus paling bertanggung jawab atas kebenaran arah, aman, dan suksesnya pembangunan.Dan pembangunan suatu bangsa dan negara tidak mungkin akan sukses, tanpa adanya pelaku-pelaku pembangunan yang bermoral terpuji dan handal. Kiranya benarlah kata ahli hikmah : "Eksistensi suatu umat/bangsa semat-mata tergantung kepada eksistensi akhlak dan moralnya. Bila moral mereka bejat, maka pastilah bangsa itu akan binasa".
Demikianlah sekelumit mah Nuzulul Qur'an dan kaitannya dengan pembinaan Ahlaqul Karimah. Kiranya umat ini perlu segera mengadakan gerakan nasio nal untuk memahami dan kembali kepada A1 Qur'an, untuk kita jadikan anutan dan acuan dalam rangka menyukseskan pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia menuju terwujudnya Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur.

Comments

Popular posts from this blog

PRINSIP DAN TEKNIK IDENTIFIKASI DAMPAK LINGKUNGAN

biotek yoghurt

Mahalnya Kebersihan