RUU BHP

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA


NOMOR …
TAHUN …

TENTANG

BADAN HUKUM
PENDIDIKAN



DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang: a. bahwa
untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan
otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dengan menerapkan manajemen
berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan
dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan
tinggi;



b. bahwa otonomi dalam pengelolaan pendidikan
formal dapat diwujudkan, jika penyelenggara atau satuan pendidikan formal
berbentuk badan hukum pendidikan, yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil
dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana
secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional;



c. bahwa
agar badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf b, menjadi landasan
hukum bagi penyelenggara atau satuan pendidikan dalam mengelola pendidikan
formal, maka badan hukum pendidikan tersebut perlu diatur dengan undang-undang;



d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf
a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan.



Mengingat:

1.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);





Dengan
Persetujuan Bersama

DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA



MEMUTUSKAN:

















Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN HUKUM

PENDIDIKAN.





BAB I

KETENTUAN
UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.
Badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan pendidikan formal.

2.
Badan Hukum Pendidikan Pemerintah yang selanjutnya disebut
BHPP adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah.

3.
Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah yang selanjutnya
disebut BHPPD adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh pemerintah
daerah.

4.
Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang selanjutnya disebut
BHPM adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.

5.
Badan hukum pendidikan penyelenggara, yang selanjutnya
disebut BHP Penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain
sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan
hukum pendidikan.

6.
Pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan.

7.
Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia
non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

8.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan formal.



9.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan
berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.

10. Organ badan
hukum pendidikan adalah unit organisasi yang menjalankan fungsi badan hukum
pendidikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama, sesuai dengan tujuan badan
hukum pendidikan.

11. Pemimpin
organ pengelola pendidikan adalah pejabat yang memimpin pengelolaan pendidikan
dengan sebutan kepala sekolah/madrasah atau sebutan lain pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah, atau rektor untuk universitas/institut, ketua untuk
sekolah tinggi, atau direktur untuk politeknik/akademi pada pendidikan tinggi.

12. Pimpinan
organ pengelola pendidikan adalah pemimpin organ pengelola pendidikan dan semua
pejabat di bawahnya yang diangkat dan/atau ditetapkan oleh pemimpin organ
pengelola pendidikan atau ditetapkan lain sesuai anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan.

13. Pendanaan
pendidikan yang selanjutnya disebut pendanaan adalah penyediaan sumber daya
keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan formal.

14. Pemerintah
adalah Pemerintah Pusat.

15. Pemerintah
daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

16. Menteri
adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional.

















BAB II

FUNGSI,
TUJUAN, DAN PRINSIP

Pasal 2

Badan hukum
pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta
didik.

Pasal 3

Badan hukum
pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen
berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan
otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.

Pasal 4

(1) Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan
hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang
tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari
kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum
pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.



(2) Pengelolaan pendidikan formal secara
keseluruhan oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip:



a. Otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk
menjalankan kegiatan secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun
non-akademik,

b. Akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen
untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum
pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan,

c. Transparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan
menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku
kepentingan,

d. Penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam
memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar
Nasional Pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara
berkelanjutan,

e. Layanan prima, yaitu orientasi dan komitmen
untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku
kepentingan, terutama peserta didik,

f. Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan
layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa
memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan
kemampuan ekonominya,

g. Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap
akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari
kekhasan agama, ras, etnis, dan budaya,

h. Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan
layanan pendidikan formal kepada peserta didik secara terus-menerus, dengan
menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan, dan

i. Partisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu
keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.

















BAB III

JENIS,
BENTUK, PENDIRIAN, DAN PENGESAHAN

Pasal 5

(1) Jenis badan
hukum pendidikan terdiri atas BHP Penyelenggara dan badan hukum pendidikan satuan pendidikan.

(2) BHP
Penyelenggara merupakan jenis badan hukum pendidikan pada penyelenggara, yang
menyelenggarakan 1 (satu) atau lebih satuan pendidikan formal.

(3) Badan hukum
pendidikan satuan pendidikan merupakan jenis badan hukum pendidikan pada satuan
pendidikan formal.

Pasal 6

(1) Bentuk badan
hukum pendidikan satuan pendidikan terdiri atas BHPP, BHPPD, dan BHPM.

(2) BHPP, BHPPD,
dan BHPM hanya mengelola satu satuan pendidikan formal.

Pasal 7

(1) BHPP
didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan pemerintah atas usul Menteri.

(2) BHPPD
didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau peraturan
bupati/walikota.

(3) BHPM
didirikan oleh masyarakat dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri.

Pasal 8

(1) Satuan
pendidikan dasar dan menengah yang telah didirikan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dan telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan
berakreditasi A berbentuk badan hukum pendidikan.

(2) Satuan
pendidikan tinggi yang telah didirikan oleh Pemerintah berbentuk badan hukum
pendidikan.

(3) Yayasan,
perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui
sebagai BHP Penyelenggara.

Pasal
9

(1)
BHP Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(3) dapat menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan.

(2)
BHP Penyelenggara dapat mengubah
bentuk satuan pendidikannya menjadi BHPM.

Pasal 10

Satuan pendidikan yang
didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum
pendidikan kecuali yang didirikan oleh BHP Penyelenggara sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 ayat (1).





















Pasal 11

(1) Pendirian
badan hukum pendidikan harus memenuhi persyaratan bahwa badan hukum pendidikan
yang akan didirikan tersebut mempunyai:

a.
pendiri,

b.
tujuan di bidang pendidikan formal,

c.
struktur organisasi, dan

d.
kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri.

(2) Jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri
sebagai kekayaan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, harus memadai untuk biaya investasi dan mencukupi untuk biaya
operasional badan hukum pendidikan dan ditetapkan dalam anggaran dasar.

(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah
BHP satuan pendidikan berdiri, organ representasi pemangku kepentingan harus
membentuk organ-organ lainnya sesuai ketentuan dalam undang-undang ini.

Pasal 12

(1) Peraturan
Pemerintah, peraturan gubernur atau bupati/walikota, atau akta notaris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memuat
anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dan keterangan lain yang dianggap perlu.

(2) Penyusunan
anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dilakukan oleh pendiri BHPP, BHPPD, atau
BHPM.

(3) Pengaturan
tentang perubahan anggaran dasar BHP satuan pendidikan ditetapkan dalam
anggaran dasar.

(4) Anggaran
dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:

a. nama dan
tempat kedudukan,

b. tujuan,

c. ciri khas
dan ruang lingkup kegiatan,

d. jangka waktu
berdiri,

e. struktur
organisasi serta nama dan fungsi setiap organ,

f.
susunan, tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan,
pengangkatan serta pemberhentian anggota, serta pembatasan masa keanggotaan
organ,

g. tata cara
pengangkatan dan pemberhentian pimpinan serta masa jabatan pimpinan organ,

h. susunan,
tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan, pengangkatan serta pemberhentian,
serta pembatasan masa jabatan pimpinan organ,

i.
jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai
kekayaan awal,

j.
sumber daya,

k. tata cara
penggabungan atau pembubaran,

l.
perlindungan terhadap pendidik, tenaga kependidikan, dan
peserta didik,

m. ketentuan untuk
mencegah terjadinya kepailitan,

n. tata cara
pengubahan anggaran dasar, dan

o. tata cara
penyusunan dan pengubahan anggaran rumah tangga.











Pasal 13

(1) Status sebagai BHPP berlaku mulai tanggal
Peraturan Pemerintah tentang pendirian BHPP ditetapkan oleh Presiden.

(2) Status sebagai BHPPD berlaku mulai tanggal
peraturan gubernur/ bupati/walikota tentang pendirian BHPPD ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(3) Status sebagai BHPM berlaku mulai tanggal akta
notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri.

(4) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau
BHPM mengenai hal yang diatur dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
i, huruf j, huruf k, huruf
l, dan huruf m disahkan Menteri.

(5) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau
BHPM yang tidak menyangkut hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diberitahukan kepada Menteri.



BAB IV

TATA KELOLA

Pasal 14

(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki paling sedikit 2 (dua) fungsi
pokok, yaitu:

a.
fungsi penentuan kebijakan umum, dan

b.
fungsi pengelolaan pendidikan.



(2) Badan hukum
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki paling sedikit 4
(empat) fungsi pokok, yaitu:

a.
fungsi penentuan kebijakan umum,

b.
fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan,

c.
fungsi audit bidang non-akademik, dan

d.
fungsi pengawasan akademik.



(3) Anggaran dasar badan hukum pendidikan dapat
menambahkan fungsi tambahan selain fungsi pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2).

Pasal 15

(1) Organ badan
hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:

a. organ
representasi pemangku kepentingan, dan

b. organ
pengelola pendidikan.



(2) Organ badan
hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) terdiri atas:

a. organ
representasi pemangku kepentingan,

b. organ
pengelola pendidikan,

c. organ audit
bidang non-akademik, dan

d. organ
representasi pendidik.



















(3) Organ representasi pemangku kepentingan badan
hukum pendidikan menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum.

(4) Organ pengelola pendidikan menjalankan fungsi
pengelolaan pendidikan.

(5) Organ audit bidang non-akademik menjalankan
fungsi audit non-akademik.

(6) Organ representasi pendidik menjalankan fungsi
pengawasan kebijakan akademik.



Pasal 16

Penamaan setiap organ badan hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 17

(1) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih
dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki 1 (satu) atau
lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ pengelola pendidikan
sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.

(2) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih
dari 1 (satu) satuan pendidikan tinggi memiliki 1 (satu) atau lebih organ
representasi pemangku kepentingan dan organ audit bidang non-akademik, serta
organ representasi pendidik dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah
satuan pendidikan yang diselenggarakan.

(3) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih
dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan
tinggi dapat memiliki satu atau lebih organ representasi pemangku kepentingan
serta organ lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan mengacu pada ayat (1)
dan ayat (2).

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata kelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam
anggaran dasar.

Pasal 18

(1) Anggota organ representasi pemangku kepentingan
di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau
menengah, paling sedikit terdiri atas:

a. pendiri atau
wakil pendiri,

b. pemimpin
organ pengelola pendidikan,

c. wakil
pendidik,

d. wakil tenaga
kependidikan, dan

e. wakil komite
sekolah/madrasah.



(2) Anggota organ representasi pemangku
kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi, paling sedikit terdiri atas:

a.
pendiri atau wakil pendiri,

b.
wakil organ representasi pendidik,

c.
pemimpin organ pengelola pendidikan,

d.
wakil tenaga kependidikan, dan

e.
wakil unsur masyarakat













(3) Anggaran dasar dapat menetapkan unsur lain
sebagai anggota organ representasi pemangku kepentingan, selain anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

(4) Jumlah anggota organ representasi pemangku
kepentingan yang berasal dari pendiri atau wakil pendiri dapat lebih dari 1
(satu) orang.

(5) Pemimpin organ pengelola pendidikan tidak
memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan di dalam organ representasi
pemangku kepentingan.

Pasal 19

(1) Jumlah dan
komposisi pemimpin organ pengelola pendidikan yang menjadi anggota organ
representasi pemangku kepentingan pada BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan
lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.

(2) Anggota
organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ
pengelola pendidikan, wakil pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah, berjumlah
paling banyak sepertiga dari jumlah anggota organ tersebut.

(3) Anggota
organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ
pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, dan wakil tenaga
kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi, berjumlah paling banyak sepertiga dari jumlah anggota organ tersebut.

(4) Jumlah
anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari komite
sekolah/madrasah atau wakil unsur masyarakat ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 20

(1) Ketentuan pengangkatan dan pemberhentian
anggota organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan dalam anggaran
dasar.

(2) Organ representasi pemangku kepentingan
dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota.

(3) Anggota organ representasi pemangku
kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ
representasi pendidik, wakil tenaga pendidik atau tenaga kependidikan, tidak
dapat dipilih sebagai ketua.

(4) Ketua dan sekretaris organ representasi
pemangku kepentingan harus berkewarganegaraan Indonesia.

(5) Masa jabatan ketua dan anggota organ
representasi pemangku kepentingan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih
kembali.

Pasal 21

(1) Dalam BHPPD, gubernur, bupati/walikota, atau
yang mewakilinya sesuai kewenangan masing-masing berkedudukan sebagai wakil
pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan.

(2) Dalam BHPP yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi, Menteri atau yang mewakilinya berkedudukan sebagai wakil pendiri dalam
organ representasi pemangku kepentingan.









(3) Dalam BHPM, kedudukan dan kewenangan pendiri
atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku kepentingan ditetapkan
dalam anggaran dasar.

(4) Dalam BHP Penyelenggara, kedudukan dan
kewenangan pendiri atau wakil pendiri dalam organ representasi pemangku
kepentingan dijalankan oleh pembina atau sebutan lain sesuai dengan kewenangan
masing-masing.

Pasal 22

Tugas dan wewenang organ representasi pemangku kepentingan
pada badan hukum pendidikan adalah:



a. menyusun dan
menetapkan perubahan anggaran dasar dan menetapkan anggaran rumah tangga
beserta perubahannya,

b. menyusun dan
menetapkan kebijakan umum,

c. menetapkan
rencana pengembangan jangka panjang, rencana strategis, rencana kerja tahunan,
dan anggaran tahunan,

d. mengesahkan
pimpinan dan keanggotaan organ representasi pendidik,

e. mengangkat
dan memberhentikan ketua serta anggota organ audit bidang non-akademik,

f.
mengangkat dan memberhentikan pemimpin organ pengelola
pendidikan,

g. melakukan
pengawasan umum atas pengelolaan badan hukum pendidikan,

h. melakukan
evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan,

i.
melakukan penilaian laporan pertanggungjawaban tahunan
pemimpin organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik, dan organ
representasi pendidik.

j.
mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan badan hukum
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan

k. menyelesaikan
persoalan badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, yang tidak dapat
diselesaikan oleh organ badan hukum pendidikan lain sesuai kewenangan
masing-masing.

Pasal 23

(1) Pengambilan keputusan dalam organ representasi
pemangku kepentingan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, kecuali
ditetapkan lain dalam anggaran dasar.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak suara dan
tata cara pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dalam organ
representasi pemangku kepentingan, ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 24

(1) Fungsi pengawasan akademik di dalam badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dijalankan oleh organ
representasi pendidik dan diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar.

(2) Anggota organ representasi pendidik paling
sedikit terdiri atas:

a. wakil
profesor, dan

b. wakil
pendidik.



(3) Anggaran
dasar badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, dapat
menetapkan wakil unsur lain sebagai anggota organ representasi pendidik selain
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).









(4) Perimbangan
jumlah wakil pendidik antarprogram studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c proporsional dengan jumlah pendidik yang diwakilinya dan diatur dalam
anggaran rumah tangga.



Pasal 25

(1) Anggota organ representasi pendidik yang
berasal dari wakil pendidik dipilih dari unit kerjanya.

(2) Organ representasi pendidik dipimpin oleh
seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggotanya.

Pasal 26

(1) Ketua dan anggota organ representasi pendidik
disahkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

(2) Ketua dan anggota organ representasi pendidik
pada badan hukum pendidikan yang baru didirikan untuk pertama kali ditetapkan
oleh organ representasi pemangku kepentingan.

(3) Masa jabatan ketua dan anggota organ
representasi pendidik selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.

Pasal 27

Tugas dan wewenang organ
representasi pendidik pada badan hukum pendidikan adalah:

a. mengawasi
kebijakan dan pelaksanaan akademik organ pengelola pendidikan,

b. menetapkan
dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik,

c. mengawasi
kebijakan dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan,

d. mengawasi
kebijakan kurikulum dan proses pembelajaran dengan mengacu pada tolok ukur
keberhasilan pencapaian target pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat yang ditetapkan dalam rencana strategis badan hukum pendidikan,
serta dapat menyarankan perbaikan kepada organ pengelola pendidikan,

e. menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan kode etik sivitas akademika,

f.
mengawasi penerapan peraturan pelaksanaan kebebasan
akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan,

g. memutuskan
pemberian atau pencabutan gelar dan penghargaan akademik,

h. mengawasi
pelaksanaan kebijakan tata tertib akademik,

i.
mengawasi pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja pendidik
dan tenaga kependidikan,

j.
memberikan pertimbangan kepada organ pengelola pendidikan
dalam pengusulan profesor,

k. merekomendasikan
sanksi terhadap pelanggaran norma, etika, dan peraturan akademik oleh sivitas
akademika perguruan tinggi kepada organ pengelola pendidikan,

l.
memberi pertimbangan kepada organ representasi pemangku
kepentingan tentang rencana strategis, serta rencana kerja dan anggaran tahunan
yang telah disusun oleh organ pengelola pendidikan, dan









m. memberi
pertimbangan kepada organ representasi pemangku kepentingan tentang
pengangkatan dan pemberhentian, serta kinerja bidang akademik pemimpin organ
pengelola pendidikan.

Pasal 28

(1) Pengambilan
keputusan dalam organ representasi pendidik dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat, kecuali ditetapkan lain oleh organ representasi pendidik.

(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai hak suara dan tata cara pengambilan keputusan melalui
pemungutan suara dalam organ representasi pendidik ditetapkan oleh organ
representasi pendidik.

Pasal 29

(1) Organ audit bidang non-akademik merupakan
organ badan hukum pendidikan yang melakukan evaluasi non-akademik atas
penyelenggaraan badan hukum pendidikan.

(2) Susunan, jumlah, dan kedudukan ketua dan
anggota organ audit bidang non-akademik ditetapkan dalam anggaran rumah tangga.


(3) Masa jabatan ketua dan anggota organ audit
bidang non-akademik selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.

Pasal 30

Tugas dan wewenang organ audit bidang
non-akademik pada badan hukum pendidikan adalah:

a.
menetapkan kebijakan audit internal dan eksternal badan
hukum pendidikan dalam bidang non-akademik,

b.
mengevaluasi hasil audit internal dan eksternal badan
hukum pendidikan,

c.
mengambil kesimpulan atas hasil audit internal dan
eksternal badan hukum pendidikan, dan

d.
mengajukan saran dan/atau pertimbangan mengenai perbaikan
pengelolaan kegiatan non-akademik pada organ representasi pemangku kepentingan
dan/atau organ pengelola pendidikan atas dasar hasil audit internal dan/atau
eksternal.

Pasal 31

(1) Organ
pengelola pendidikan merupakan organ badan hukum pendidikan yang mengelola
pendidikan.

(2) Organ
pengelola pendidikan memiliki otonomi dalam mengimplementasikan manajemen
berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang-undangan.

Pasal 32

(1) Organ pengelola pendidikan dipimpin oleh
pemimpin organ pengelola pendidikan.

(2) Pemimpin organ pengelola pendidikan bertindak
ke luar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai ketentuan dalam
anggaran dasar.











(3) Dalam hal 1 (satu) BHP Penyelenggara memiliki
lebih dari 1 (satu) pemimpin organ pengelola pendidikan, kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.

(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian
pemimpin organ pengelola pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.

(5) Pemimpin organ pengelola pendidikan dapat
dibantu oleh seorang atau lebih wakil yang diangkat dan diberhentikan oleh
pemimpin organ pengelola pendidikan berdasarkan anggaran dasar.

(6) Masa jabatan pemimpin organ pengelola
pendidikan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.

Pasal 33

(1) Tugas dan
wewenang organ pengelola pendidikan dasar dan menengah pada badan hukum
pendidikan adalah:

a.
menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan
berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ repesentasi pemangku
kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ repesentasi pemangku kepentingan,

b.
menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum
pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk
ditetapkan oleh organ repesentasi pemangku kepentingan,

c.
mengelola pendidikan sesuai rencana kerja dan anggaran
tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan,

d.
mengangkat dan memberhentikan pejabat di bawah pemimpin
organ pengelola pendidikan serta tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan, serta
peraturan perundang-undangan,

e.
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan
pendidikan, dan

f.
membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum
pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya.



(2) Tugas dan
wewenang organ pengelola pendidikan tinggi pada badan hukum pendidikan adalah:

a. menyusun dan
menetapkan kebijakan akademik,

b. menyusun
rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang
ditetapkan organ repesentasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ
repesentasi pemangku kepentingan,

c. menyusun
rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana
strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ repesentasi
pemangku kepentingan,

d. mengelola
pendidikan sesuai rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan
yang telah ditetapkan,

e. mengelola
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan,













f.
mengangkat dan/atau memberhentikan pimpinan organ
pengelola pendidikan dan tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan,

g. menjatuhkan
sanksi kepada sivitas akademika yang melakukan pelanggaran terhadap norma,
etika, dan/atau peraturan akademik berdasarkan rekomendasi organ representasi
pendidik,

h. menjatuhkan
sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran,
selain sebagaimana dimaksud pada huruf g, sesuai anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan,

i.
bertindak ke luar untuk dan atas nama badan hukum
pendidikan sesuai ketentuan dalam anggaran dasar,

j.
melaksanakan fungsi lain yang secara khusus diatur dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan

k. membina dan
mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan
masyarakat pada umumnya.



(3)
Pemimpin organ pengelola pendidikan yang mengelola
pendidikan tinggi, tidak berwenang mewakili badan hukum pendidikan apabila:



a.
terjadi perkara di depan
pengadilan antara badan hukum pendidikan dengan pemimpin organ pengelola
pendidikan, atau

b.
pemimpin organ pengelola
pendidikan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan badan
hukum pendidikan.



(4)
Dalam hal terjadi keadaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), organ representasi pemangku kepentingan
menunjuk seseorang untuk mewakili kepentingan badan hukum pendidikan.

Pasal 34

Dalam 1 (satu) badan hukum
pendidikan dilarang merangkap jabatan antar pemimpin organ.

Pasal 35

Pemimpin organ pengelola
pendidikan dan wakilnya dilarang merangkap:

a.
jabatan pada badan hukum
pendidikan lain,

b.
jabatan pada lembaga pemerintah
pusat atau daerah, atau

c.
jabatan yang dapat menimbulkan
pertentangan kepentingan dengan kepentingan badan hukum pendidikan.



Pasal 36

(1)
Tata cara pengangkatan dan pemberhentian
pimpinan organ pengelola pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga.

(2)
Masa jabatan pimpinan pengelola pendidikan
diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

















BAB V

KEKAYAAN

Pasal 37

(1) Kekayaan
awal BHPP, BHPPD, atau BHPM berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan.

(2) Kekayaan BHP
Penyelenggara sama dengan kekayaan yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain
sejenis sebelum diakui sebagai badan hukum pendidikan.

(3) Yayasan,
perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang sebelum diakui sebagai badan
hukum pendidikan tidak hanya menyelenggarakan kegiatan pendidikan, wajib
menetapkan bagian kekayaan yang diperuntukkan bagi BHP Penyelenggara.

(4) Kekayaan dan
pendapatan BHPP, BHPPD, atau BHPM dikelola secara mandiri, transparan, dan
akuntabel oleh pimpinan organ pengelola pendidikan.

(5) Kekayaan dan
pendapatan BHP Penyelenggara dikelola secara mandiri, transparan, dan
akuntabel.

(6) Kekayaan dan
pendapatan badan hukum pendidikan digunakan secara langsung atau tidak langsung
untuk:

a.
kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran,

b.
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat dalam hal badan hukum pendidikan memiliki satuan pendidikan tinggi,

c.
peningkatan pelayanan pendidikan, dan

d. penggunaan
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengaturan kekayaan dan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga.

Pasal 38

(1)
Semua bentuk pendapatan dan sisa
hasil kegiatan BHPP dan BHPPD yang diperoleh dari penggunaan kekayaan negara
yang telah dipisahkan sebagai kekayaan BHPP dan BHPPD, tidak termasuk
pendapatan negara bukan pajak.

(2)
Semua bentuk pendapatan BHPP dan
BHPPD yang diperoleh dari penggunaan tanah negara yang telah diserahkan
penggunaannya kepada BHPP dan BHPPD, tidak termasuk pendapatan negara bukan
pajak.

(3)
Sisa hasil kegiatan atau bentuk
lain kenaikan aktiva bersih badan hukum pendidikan wajib ditanamkan kembali ke
dalam badan hukum pendidikan, dan digunakan sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat)
tahun.

(4)
Apabila ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, sisa hasil kegiatan atau bentuk lain
kenaikan aktiva bersih badan hukum pendidikan menjadi objek pajak penghasilan.















Pasal 39

Kekayaan
berupa uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang milik
badan hukum pendidikan, dilarang dialihkan kepemilikannya secara langsung atau
tidak langsung kepada siapa pun, kecuali untuk memenuhi kewajiban yang timbul
sebagai konsekuensi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (6).



BAB VI

PENDANAAN

Pasal 40

(1) Sumber dana untuk pendidikan formal yang
diselenggarakan badan hukum pendidikan ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.

(2) Pendanaan pendidikan formal yang
diselenggarakan badan hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

(3) Badan hukum
pendidikan menyediakan anggaran untuk membantu peserta didik Warga Negara Indonesia yang
tidak mampu membiayai pendidikannya, dalam bentuk:

a.
beasiswa,

b.
bantuan biaya pendidikan,

c.
kredit mahasiswa, dan/atau,

d.
pemberian pekerjaan kepada mahasiswa.



(4)
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam penyediaan dana pendidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

(5)
Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan untuk badan hukum pendidikan diterima dan dikelola oleh
pemimpin organ pengelola pendidikan.



Pasal
41

(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk
BHPP dan BHPPD dalam menyelenggarakan
pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan
bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik, berdasarkan standar pelayanan
minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan.

(2) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dapat memberikan bantuan sumberdaya pendidikan kepada badan
hukum pendidikan.

(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa,
dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan
pendidikan menengah berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai
standar nasional pendidikan.













(4) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung paling sedikit 1/3 (sepertiga)
biaya operasional pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah
berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional
pendidikan.

(5) Pemerintah bersama-sama dengan
BHPP menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan
pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan
minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan.

(6) Pemerintah bersama-sama dengan
BHPP menanggung paling sedikit ½
(seperdua) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional
pendidikan.

(7) Peserta didik yang ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan
peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya.

(8) Biaya penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh
peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah berstandar pelayanan minimal
untuk mencapai standar nasional pendidikan pada BHPP atau BHPPD paling banyak
1/3 (sepertiga) dari biaya operasional.

(9) Biaya penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta
didik dalam pendanaan pendidikan tinggi berstandar pelayanan minimal untuk
mencapai standar nasional pendidikan pada BHPP paling banyak 1/3 (sepertiga)
dari biaya operasional.

(10)
Dana pendidikan dari Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Pasal 42

(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio.

(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (6) huruf d.

(3) Investasi awal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dan investasi tambahan setiap tahunnya tidak melampaui 10
(sepuluh) persen dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan badan hukum pendidikan.

(4) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan atas dasar prinsip kehati-hatian untuk membatasi risiko yang
ditanggung badan hukum pendidikan.

(5) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelola dan dibukukan secara profesional oleh pimpinan organ pengelola
pendidikan, terpisah dari pengelolaan kekayaan dan pendapatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

(6) Seluruh keuntungan dari investasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (6).

(7) Perusahaan yang dikuasai badan hukum
pendidikan melalui investasi portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta didik.









Pasal 43

(1) Badan hukum pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat
melakukan investasi dengan mendirikan badan usaha berbadan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk memenuhi pendanaan pendidikan.

(2)
Investasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan investasi tambahan setiap tahunnya paling banyak 10 (sepuluh) persen
dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan badan hukum pendidikan.

(3)
Badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikelola secara profesional oleh dewan komisaris, dewan
direksi, beserta seluruh jajaran karyawan badan usaha yang tidak berasal dari
badan hukum pendidikan.

(4) Seluruh deviden yang diperoleh
dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan
yang bersangkutan digunakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (6).

(5) Badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta
didik.

Pasal 44

(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung dana pendidikan untuk BHPM dan
BHP Penyelenggara, dalam menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan
dasar, untuk biaya operasional dan beasiswa, serta bantuan biaya investasi dan
bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik sesuai dengan standar pelayanan
minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah memberikan bantuan dana pendidikan pada BHPM dan BHP Penyelenggara.

(3)
Dana pendidikan dari Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Pasal 45



(1)
Masyarakat dapat memberikan dana pendidikan
pada badan hukum pendidikan yang tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, untuk biaya investasi, biaya
operasional, dan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik.



(2) Dana pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa antara lain sumbangan pendidikan, hibah,
wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, dan penerimaan
lain yang sah.

(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan kemudahan atau insentif
perpajakan kepada masyarakat yang memberikan dana pendidikan pada badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal
46

(1) Badan
hukum pendidikan wajib menjaring dan menerima Warga Negara Indonesia yang
memiliki potensi akademik tinggi dan
kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari
jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.

(2) Badan
hukum pendidikan wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan
bagi peserta didik Warga Negara Indonesia yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau
peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari jumlah seluruh peserta didik.

(3) Peserta
didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membayar sesuai dengan
kemampuannya, memperoleh beasiswa, atau mendapat bantuan biaya pendidikan.

(4) Beasiswa
atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum pendidikan.

(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



BAB VII

AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN

Pasal 47

(1)
Akuntabilitas publik badan hukum pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah diatur dalam anggaran
dasar.

(2) Akuntabilitas publik badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi terdiri atas
akuntabilitas akademik dan akuntabilitas non-akademik.

(3) Untuk mewujudkan akuntabilitas
publik badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, jumlah
maksimum peserta didik dalam setiap badan hukum pendidikan harus sesuai dengan
kapasitas sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pelayanan,
serta sumber daya pendidikan lainnya.

(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah
maksimum peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.



Pasal 48

(1)
Pengawasan badan hukum pendidikan
dilakukan melalui sistem laporan tahunan.

(2)
Pengawasan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3)
Laporan badan hukum pendidikan
meliputi laporan bidang akademik dan laporan bidang non-akademik.

(4)
Laporan bidang akademik meliputi
laporan penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.

(5)
Laporan
bidang non-akademik meliputi laporan manajemen dan laporan keuangan.

(6)
Sistem
pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1)
Pemimpin
organ pengelola pendidikan menyusun dan menyampaikan laporan tahunan badan
hukum pendidikan secara tertulis kepada organ representasi pemangku
kepentingan.

(2)
Pemimpin
organ pengelola pendidikan dibebaskan dari tanggung jawab, setelah laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui dan disahkan oleh organ
representasi pemangku kepentingan.

(3)
Apabila
setelah pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat hal baru yang
membuktikan sebaliknya, pengesahan tersebut dapat dibatalkan oleh organ
representasi pemangku kepentingan.









Pasal 50

(1) Organ representasi pemangku kepentingan
membuat laporan tahunan badan hukum pendidikan secara tertulis, berdasarkan
laporan tahunan organ pengelola pendidikan untuk dilaporkan dalam rapat pleno
organ representasi pemangku kepentingan.

(2) Laporan
tahunan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi
oleh organ representasi pemangku kepentingan dalam rapat pleno.

(3) Laporan
tahunan badan hukum pendidikan disertai hasil evaluasi rapat pleno secara
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh organ
representasi pemangku kepentingan kepada:

a.
Menteri
bagi BHPP, atau

b.
gubernur
atau bupati/walikota sesuai kewenangan masing-masing bagi BHPPD.



Pasal 51

(1)
Laporan
keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan tahunan badan hukum
pendidikan dan dibuat sesuai dengan standar akuntansi.

(2)
Dalam
hal BHP Penyelenggara mengelola lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan, laporan
keuangan tahunannya merupakan laporan keuangan tahunan konsolidasi.

(3)
Laporan
keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi, harus diumumkan kepada publik melalui surat
kabar berbahasa Indonesia
yang beredar secara nasional dan papan pengumuman.

(4)
Apabila
badan hukum pendidikan menerima dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, badan hukum pendidikan harus membuat laporan penerimaan dan
penggunaan dana tersebut dan melaporkan kepada Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

(5)
Apabila
badan hukum pendidikan menerima dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, badan hukum pendidikan harus membuat laporan penerimaan dan
penggunaan dana tersebut dan melaporkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

(1) Laporan keuangan tahunan badan hukum
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah dilakukan oleh
akuntan publik atau tim audit yang ditunjuk oleh badan hukum pendidikan.

(2) Laporan keuangan tahunan badan hukum
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, diaudit oleh akuntan
publik.

(3) Dalam hal badan hukum pendidikan
memperoleh hibah dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, Badan Pemeriksa
Keuangan, Inspektorat Jenderal Departemen terkait, atau badan pengawasan daerah
sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan audit terhadap laporan
keuangan tahunan, terbatas pada bagian penerimaan dan penggunaan hibah
tersebut.









Pasal 53

(1) Administrasi dan laporan keuangan tahunan
badan hukum pendidikan merupakan tanggung jawab pemimpin organ pengelola
pendidikan.

(2) Apabila BHP Penyelenggara mengelola lebih
dari 1 (satu) satuan pendidikan, pihak yang bertanggung jawab membuat laporan
keuangan konsolidasi tahunan ditetapkan dalam anggaran dasar.

Pasal 54

Ketentuan
lebih lanjut mengenai akuntabilitas dan pengawasan badan hukum pendidikan
ditetapkan dalam anggaran dasar.



BAB VIII

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 55

(1)
Sumber daya manusia badan hukum pendidikan
terdiri atas pendidik dan tenaga kependidikan.

(2)
Pendidik dan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berstatus pegawai negeri sipil yang
dipekerjakan atau pegawai badan hukum pendidikan.

(3)
Pendidik dan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat perjanjian kerja dengan pemimpin
organ pengelola BHPP, BHPPD, atau BHPM, dan bagi BHP Penyelenggara diatur dalam
anggaran dasar dan/atau anggaran rumah
tangga.

(4)
Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memperoleh remunerasi dari:

a.
Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai peraturan perundang-undangan, dan

b.
badan hukum pendidikan sesuai
ketentuan dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga badan hukum
pendidikan.

(5)
Pengangkatan dan pemberhentian jabatan
serta hak dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan dengan status
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja
berdasarkan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serta peraturan
perundang-undangan.

(6)
Penyelesaian perselisihan yang timbul
antara pendidik atau tenaga kependidikan dan pimpinan organ pengelola
pendidikan diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

(7)
Apabila penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berhasil, penyelesaiannya dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidik
dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
anggaran dasar dan/atau anggaran rumah
tangga.



























BAB IX

PENGGABUNGAN

Pasal 56

(1) Penggabungan badan hukum pendidikan dapat
dilakukan melalui:

a.
dua atau lebih badan hukum
pendidikan bergabung menjadi satu badan hukum pendidikan baru, atau

b.
satu atau lebih badan hukum
pendidikan bergabung dengan badan hukum pendidikan lain.

(2)
Dengan penggabungan badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaan badan hukum
pendidikan yang bergabung berakhir karena hukum.

(3)
Aset dan utang badan hukum
pendidikan yang bergabung beralih karena hukum ke badan hukum pendidikan baru
atau badan hukum pendidikan yang menerima penggabungan.

(4)
Aset dan utang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dibukukan dan dilaporkan sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku dan harus dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.

(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penggabungan badan hukum pendidikan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.



BAB X

PEMBUBARAN

Pasal
57

Badan hukum pendidikan bubar karena putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:

a.
melanggar ketertiban
umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan,

b.
dinyatakan pailit,
dan/atau

c.
asetnya tidak cukup
untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit dicabut.



Pasal 58

(1) Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib diikuti dengan
likuidasi.

(2) Badan hukum pendidikan yang
dibubarkan tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk
pemberesan semua urusan dalam rangka likuidasi.

(3) Apabila badan hukum
pendidikan bubar karena putusan pengadilan, pengadilan menunjuk likuidator
untuk menyelesaikan penanganan kekayaan badan hukum pendidikan.

(4) Apabila badan hukum
pendidikan bubar karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang
kepailitan.

















Pasal
59

(1)
Apabila terjadi pembubaran, badan hukum
pendidikan tetap bertanggung jawab untuk menjamin penyelesaian masalah
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.

(2)
Penyelesaian masalah pendidik, tenaga
kependidikan, dan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
penyelesaian semua urusan badan hukum pendidikan dalam rangka likuidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2).

(3)
Penyelesaian masalah pendidik, tenaga
kependidikan, dan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a.
Pengembalian pendidik
dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai negeri sipil yang dipekerjakan
ke instansi induk,

b.
Pemenuhan hak-hak
pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai badan hukum pendidikan
berdasarkan perjanjian kerja,

c.
Pemindahan peserta
didik ke badan hukum pendidikan lain dengan difasilitasi oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah.

(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelesaian masalah pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Presiden.





BAB XI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 60

(1)
Apabila keputusan yang diambil
organ badan hukum pendidikan melanggar anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
dan/atau peraturan perundang-undangan, Menteri dapat membatalkan keputusan
tersebut atau mencabut izin satuan pendidikan.

(2)
Pencabutan izin satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan melalui surat
kabar berbahasa Indonesia
yang beredar secara nasional.



Pasal 61



(1)
Pelanggaran
terhadap Pasal 34 dan Pasal 35 dikenai sanksi administratif.

(2)
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa teguran
lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat,
pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Presiden.



Pasal 62



(1)
Pelanggaran terhadap Pasal 40
ayat (3), Pasal 41 ayat (7) dan ayat (8) , Pasal 46 ayat (1) , Pasal 47 ayat
(3), Pasal 65 ayat (2), Pasal 66 ayat (2), dan Pasal 67 ayat (2) dikenai sanksi
administratif.













(2)
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa teguran
lisan, teguran tertulis, penghentian pelayanan dari Pemerintah atau pemerintah
daerah, penghentian hibah, hingga pencabutan izin.

(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Presiden.





BAB XII

SANKSI PIDANA

Pasal 63

Setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1), Pasal 38 ayat (3), dan
Pasal 39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
ditambah dengan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini
berlaku, izin satuan pendidikan formal yang sudah dikeluarkan dinyatakan tetap
berlaku sampai berakhir masa berlakunya atau sampai dicabut sebelum masa
berlakunya berakhir.

Pasal 65

(1)
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebelum
Undang-Undang ini berlaku diakui keberadaannya dan tetap dapat menyelenggarakan
pendidikan formal.

(2)
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata
kelolanya sebagai BHPP dan BHPPD menurut Undang-Undang ini, paling lambat 4
(empat) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(3)
Satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud ayat (1) tetap memperoleh alokasi dana pendidikan dengan mekanisme
pendanaan yang tetap paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak Undang-Undang
ini diundangkan, dan selanjutnya memperoleh alokasi dana pendidikan sesuai
dengan Pasal 40 ayat (5).

(4)
Perubahan bentuk dan penyesuaian
tata kelola satuan pendidikan sebagai BHPP atau BHPPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah.

Pasal 66

(1) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang telah menyelenggarakan
pendidikan formal sebelum Undang-Undang ini berlaku, diakui keberadaannya sebagai
badan hukum pendidikan dan tetap dapat menyelenggarakan pendidikan formal.

(2) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara
harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP menurut
Undang-Undang ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

(3) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara
sebagaimana dimaksud ayat (1) tetap memperoleh alokasi dana dengan mekanisme
yang tetap paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan dan selanjutnya memperoleh alokasi dana pendidikan sesuai dengan
Pasal 40 ayat (5).

(4) Perubahan bentuk dan penyesuaian tatakelola
sebagai BHPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam Peraturan
Pemerintah yang menetapkan anggaran dasar.

Pasal 67

(1) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain
sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan belum menyesuaikan
tata kelolanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tetap dapat
menyelenggarakan pendidikan.

(2) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain
sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan tata kelolanya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, paling lambat 6 (enam) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.

(3) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain
sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap memperoleh bantuan dana
pendidikan dengan mekanisme yang tetap paling lama 6 (enam) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan, dan selanjutnya memperoleh bantuan dana
pendidikan sesuai dengan Pasal 40 ayat (5).

(4) Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya.

(5) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya memberikan bantuan untuk biaya perubahan akta pendirian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).



BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68

Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.

Pasal 69

Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Agar
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundang-an Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.









Disahkan
di Jakarta,

pada
tanggal …..................

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA





DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO









Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …..................



MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,





ANDI MATTALATTA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …... NOMOR …..









PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR … TAHUN …

TENTANG

BADAN HUKUM PENDIDIKAN

I. UMUM





Semangat
reformasi di bidang pendidikan yang terkandung dalam Pasal 31 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Visi pendidikan dalam UU Sisdiknas
adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.



Undang-Undang
tersebut juga menyatakan bahwa reformasi pendidikan menetapkan prinsip
penyelenggaraan pendidikan, antara lain:



a.
pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa, dan

b.
pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.



Berdasarkan prinsip tersebut,
UU Sisdiknas mengamanatkan perlunya pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis
sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi pada
perguruan tinggi. Untuk mewujudkan amanat tersebut, Pasal 53 UU Sisdiknas
mewajibkan penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh
Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada peserta didik yang bersifat nirlaba dan dapat
mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.



Pengaturan badan hukum
pendidikan merupakan implementasi tanggung jawab negara dan tidak dimaksudkan
untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional negara di bidang
pendidikan sehingga memberatkan masyarakat dan/atau peserta didik. Walaupun
demikian, masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan, pengendalian mutu, dan penyiapkan dana
pendidikan.



Penyelenggara pendidikan formal
yang berbentuk yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah
ada sebelum pemberlakuan Undang-Undang ini tetap diakui dan dilindungi untuk
mengoptimalkan peran sertanya dalam pengembangan pendidikan nasional. Namun,
tata kelola penyelenggaraan pendidikan itu selanjutnya harus mengikuti
ketentuan dalam Undang-Undang ini.



Sehubungan
dengan itu, diperlukan pengaturan tentang badan hukum pendidikan dalam bentuk
undang-undang, sesuai dengan amanat Pasal 53 ayat (4) UU Sisdiknas.





II. PASAL DEMI PASAL



Pasal 1

Cukup
jelas.



Pasal 2

Cukup
jelas.



Pasal
3

Yang
dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk
otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala
sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola
kegiatan pendidikan.



Yang
dimaksud dengan otonomi perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan
tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.



Pasal
4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal
5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang
dimaksud dengan satu atau lebih satuan pendidikan formal dapat meliputi
semua jenjang dan jenis pendidikan formal.

Ayat (3)

Cukup
jelas.



Pasal
6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas



Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup
jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal
8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yayasan,
perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, yang diakui sebagai badan hukum
pendidikan tidak perlu mengubah bentuknya untuk jangka waktu sebagaimana
ditetapkan dalam akta pendirian yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain
sejenis tersebut.



Badan
hukum lain yang sejenis antara lain adalah organisasi kemasyarakatan yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan.



Pasal 9

Ayat
(1)

penambahan satuan pendidikan
oleh BHP Penyelenggara harus berbentuk BHPM.

Ayat (2)

Pengubahan
bentuk satuan pendidikan yang telah diselenggarakan oleh yayasan, perkumpulan,
atau badan hukum lain sejenis sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus
dilakukan oleh BHP Penyelenggara.



Pasal
10

Setelah
Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
akan menyelenggarakan pendidikan formal tidak perlu lagi mendirikan BHMN,
yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, tetapi langsung mendirikan
BHPP, BHPPD, atau BHPM.



Pasal
11

Ayat (1)

Pendiri
dapat berupa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti
yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis.

Ayat (2)

Kekayaan
yang dipisahkan dari kekayaan pendiri menjadi kekayaan badan hukum pendidikan
akan dimanfaatkan untuk biaya operasional badan hukum pendidikan yang baru.



Lahan
dan/atau bangunan boleh tidak dimasukkan sebagai kekayaan yang dipisahkan oleh
pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan.



Pasal
12

Ayat
(1)

Keterangan lain memuat sekurang
kurangnya nama, tanggal pendirian,
alamat, dan pekerjaan pendiri, atau nama, tempat kedudukan, alamat, dan bukti
badan hukum yang mendirikan.

Ayat
(2)

Cukup jelas.

Ayat
(3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Apabila
para pendiri BHPM melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan BHPM sebelum akta
notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri, maka tanggung jawab atas
perbuatan hukum tersebut merupakan tanggung jawab pribadi para pendiri
tersebut.



Pengesahan akta notaris tentang
pendirian BHPM oleh Menteri tidak dipungut biaya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal
14

Ayat (1)

Penggunaan
istilah paling sedikit menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata
kelola pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 2 (dua)
fungsi pokok minimal berdasarkan manajemen berbasis sekolah. Keberadaan fungsi
pokok lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena
kekhasannya, dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.

Ayat (2)

Penggunaan
istilah paling sedikit menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata kelola
pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 4 (empat) fungsi
pokok minimal berdasarkan otonomi perguruan tinggi. Keberadaan fungsi pokok
lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena kekhasannya,
dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan fungsi pengelolaan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi meliputi pengelolaan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.

Ayat (3)

Badan hukum pendidikan dapat
menetapkan fungsi lain untuk melaksanakan kegiatan yang relevan dengan
pendidikan, misalnya badan hukum pendidikan dapat menetapkan keberadaan fungsi
perumusan etika akademik dan keikutsertaan dalam menjaga kebebasan akademik,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, dengan membentuk majelis/dewan
profesor sebagai organ badan hukum pendidikan.

Pasal
15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.



Pasal
16

Badan Hukum Milik Negara yang
sekarang telah ada dapat tetap menggunakan nama Majelis Wali Amanat sebagai
organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum, Senat Akademik sebagai
organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan akademik, Dewan Audit sebagai
organ yang menjalankan fungsi audit bidang non-akademik, dan universitas,
institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik sebagai organ yang
menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.



Yayasan yang telah
menyelenggarakan pendidikan tinggi, dapat tetap menggunakan nama organ Pembina
dan Pengurus sebagai organ BHP Penyelenggara yang menjalankan fungsi penentuan
kebijakan umum, organ Pengawas sebagai organ yang menjalankan fungsi audit
bidang non-akademik, dan universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau
politeknik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan, dengan
menambahkan satu organ baru, yaitu senat akademik sebagai organ yang
menjalankan fungsi penentuan kebijakan akademik.



Pasal 17

Ayat (1)

Dalam satu satuan pendidikan
terdapat satu organ pengelola pendidikan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat
(3)

Cukup
jelas.

Ayat
(4)

Cukup
jelas.



Pasal 18

Ayat (1)

Organ
representasi pemangku kepentingan dibentuk untuk menciptakan akuntabilitas dan
transparansi penyelenggaraan pendidikan. Organ ini mengikutsertakan seluruh
pihak yang berkepentingan (stakeholders)
dari satuan pendidikan dalam pengambilan berbagai kebijakan umum.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan pendiri adalah pendiri badan hukum
pendidikan, dan wakil pendiri adalah
orang yang bertindak untuk dan atas nama pendiri.



Pada yayasan yang diakui sebagai badan hukum pendidikan,
pembina menjalankan fungsi sebagai fungsi pendiri dalam Undang-Undang ini.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Komite sekolah/madrasah
merupakan lembaga mandiri yang dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan, dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan pendiri adalah pendiri badan hukum
pendidikan, dan wakil pendiri adalah
orang yang bertindak untuk dan atas nama pendiri.



Pada yayasan yang diakui sebagai badan hukum pendidikan,
pembina menjalankan fungsi sebagai fungsi pendiri dalam Undang-Undang ini.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Wakil unsur masyarakat dipilih
sesuai dengan kompetensinya di bidang pendidikan, yang diatur dalam anggaran
dasar dan/atau rumah tangga.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan wakil dari unsur lain, misalnya unsur
orang tua/wali peserta didik, unsur alumni dan unsur mahasiswa.

Ayat (5)

Yang dimasud hak suara dalam pengambilan keputusan adalah melalui proses
pemungutan suara.

Ayat (6)

Pemimpin organ pengelola
pendidikan tidak memiliki hak suara di dalam organ representasi pemangku
kepentingan karena pemimpin organ pengelola pendidikan harus mempertanggung
jawabkan pelaksanaan tugasnya pada organ representasi pemangku kepentingan.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan agar
terwujud akuntabilitas dan transparansi di dalam organ representasi pemangku
kepentingan.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar
terwujud akuntabilitas dan transparansi di dalam organ representasi pemangku
kepentingan.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal
21

Ayat (1)

Cukup
jelas.

Ayat (2)

Cukup
jelas.

Ayat (3)

Cukup
jelas.

Ayat (4)

Cukup
jelas.



Pasal
22

Huruf a

Penyusunan dan penetapan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk pertama kali dilakukan oleh
pendiri atau sebutan lain yang menjalankan fungsi pendiri.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Organ ini hanya ada pada badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Huruf e

Organ ini hanya ada pada badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Organ representasi pemangku
kepentingan dapat menetapkan pendirian berbagai badan usaha untuk pengembangan
pendidikan.

Huruf k

Jenjang dan
tahap penyelesaian masalah badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan,
ditetapkan dalam anggaran dasar.



Pasal
23

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal 24

Ayat (1)

Organ representasi para
pendidik dapat menggunakan nama senat akademik.



Pelaksanaan fungsi penentuan
kebijakan akademik dan fungsi pengelolaan pendidikan secara bersama diwujudkan
dalam bentuk saling keterkaitan proses penetapan dan pelaksanaan norma akademik
dalam kerangka pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan wakil
profesor adalah profesor yang tidak menjabat sebagai pimpinan pengelola
pendidikan.



Profesor hanya ada di perguruan
tinggi berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan akademik, sedangkan di perguruan tinggi berbentuk akademi dan
politeknik yang menyelenggarakan pendidikan vokasional keberadaan profesor
bukan merupakan keharusan. Di dalam organ penentu kebijakan akademik di
lingkungan akademi dan politeknik tidak harus ada wakil profesor.

Huruf c

Yang dimaksud dengan wakil pendidik adalah pendidik yang
tidak menjabat sebagai pimpinan pengelola pendidikan.

Ayat (4)

Yang
dimaksud dengan unsur lain adalah pemimpin unit kerja yang tugas dan
wewenangnya mempunyai relevansi tinggi dengan perumusan norma dan ketentuan
akademik dan dimaksudkan untuk mengakomodasi kekhasan badan hukum pendidikan.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 25

Ayat (1)

Pemilihan wakil pendidik dapat
dilakukan secara aklamasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal 27

Huruf a

Kebijakan akademik meliputi,
antara lain, kebijakan tentang kurikulum dan proses pembelajaran.

Huruf b

Norma dan ketentuan akademik
meliputi bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Huruf c

Penerapan sistem penjaminan
mutu (quality assurance system) pendidikan pada semua jenjang pendidikan
merupakan syarat mutlak agar satuan pendidikan mampu mengembangkan mutu
pendidikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement).



Sistem penjaminan mutu
pendidikan terdiri atas penjaminan mutu internal yang dilakukan oleh satuan
pendidikan sendiri, dan penjaminan mutu eksternal yang dilakukan oleh badan
akreditasi di luar satuan pendidikan, baik tingkat nasional maupun tingkat
internasional yang diakui oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.



Apabila hal itu dilaksanakan
secara konsisten, maka akan terdapat keselarasan antara biaya pendidikan yang
dikeluarkan dengan mutu pendidikan yang diperoleh peserta didik.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.



Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Keberadaan organ audit bidang non-akademik di dalam badan
hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah
bukan keharusan.

Dalam hal badan hukum pendidikan menyelenggarakan lebih
dari satu jenjang dan jenis pendidikan, harus ada organ audit bidang
non-akademik.

Ayat (2)

Bidang non-akademik meliputi, bidang keuangan, bidang
sumber daya manusia, bidang sarana dan prasarana, serta bidang lain yang
dianggap relevan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 30

Huruf a

Audit dalam bidang non-akademik
dapat meliputi audit keuangan, audit kinerja non-akademik, audit ketaatan,
audit investigatif, dan audit lain yang dipandang perlu. Audit non-akademik
dilaksanakan secara independen dan obyektif sesuai standar audit yang berlaku.
Fungsi audit non-akademik pada BHP Penyelenggara dijalankan oleh pengawas atau
sebutan lain.



Organ audit bidang non-akademik
dapat menugaskan pengaudit independen untuk melaksanakan audit internal
dan/atau audit eksternal atas beban pembiayaan badan hukum pendidikan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.



Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Seseorang tidak boleh menjabat
pemimpin satuan pendidikan lebih dari dua kali masa jabatan, baik secara
berurutan atau bersela, termasuk jabatan pemimpin satuan pendidikan yang pernah
didudukinya sebelum dibentuk badan hukum pendidikan.

Pasal 33

Ayat (1)

Huruf a

Inti rencana strategis badan
hukum pendidikan adalah kebijakan umum yang ditetapkan oleh organ representasi
pemangku kepentingan untuk perencanaan program pendidikan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup
jelas.

Huruf f

Cukup
jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Kebijakan akademik meliputi,
antara lain, kebijakan tentang kurikulum dan proses pembelajaran.

Huruf b

Inti rencana strategis badan
hukum pendidikan adalah kebijakan umum yang ditetapkan oleh organ representasi
pemangku kepentingan untuk perencanaan program dalam bidang akademik dan
non-akademik.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup
jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Kriteria dan batasan mengenai pertentangan
kepentingan ditentukan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal
34

Cukup jelas.



Pasal
35

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Kriteria dan batasan mengenai pertentangan
kepentingan ditentukan oleh organ representasi pemangku kepentingan.



Pasal
36

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal
37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemisahan kekayaan adalah peralihan hak
milik atas kekayaan pendiri kepada BHPP, BHPPD, atau BHPM.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Luas lingkup wewenang pimpinan
organ pengelola pendidikan dalam mengelola kekayaan dan penerimaan harus diatur
di dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.



Pasal 38

Ayat (1)

Semua penerimaan dan sisa hasil
kegiatan badan hukum pendidikan tidak perlu disetorkan ke kas negara.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat
(3)

Kewajiban penanaman kembali ke
dalam badan hukum pendidikan dimaksudkan untuk mencegah agar badan hukum
pendidikan tidak melakukan kegiatan yang komersial.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal
39

Yang dimaksud dengan bentuk
lain adalah antara lain hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh badan
hukum pendidikan serta sistem manajemen dan prosedur administratif satuan
pendidikan milik badan hukum pendidikan.



Pasal
40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan mahasiswa adalah peserta didik pada
jenjang pendidikan tinggi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan biaya operasional adalah biaya yang
digunakan dalam proses pendidikan diluar gaji dan tunjangan pendidikan dan
tenaga kependidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan biaya operasional adalah biaya yang
digunakan dalam proses pendidikan diluar gaji dan tunjangan pendidikan dan
tenaga kependidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (7)

Kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab
membiayainya ditetapkan dengan cara
menghitung penghasilan tetap (gaji dan tunjangan lainnya), taksasi dan
musyawarah dengan tujuan menerapkan subsidi dari yang mampu kepada yang tidak
mampu, sehingga meringankan beban peserta didik yang tidak mampu membiayai
pendidikannya.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)





Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.



Pasal 43

Ayat (1)

Badan usaha berbadan hukum dapat berupa perseroan
terbatas, kerja sama dengan perusahaan daerah, dan koperasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bantuan
dana pendidikan antara lain biaya investasi.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 47

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas publik adalah
pertanggungjawaban kepada masyarakat atas penyelenggaraan pendidikan.



Ayat (2)

Akuntabilitas antara lain dapat
diukur dari rasio antara pendidik dan peserta didik, rasio antara ruang
pembelajaran dengan peserta didik, alat bantu pembelajaran dengan peserta
didik, komposisi peserta didik asing dengan peserta didik warga negara, dan lain-lain.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud laporan manajemen adalah laporan yang
berisi capaian kinerja perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian
badan hukum pendidikan.

Ayat (6)

Cukup jelas.



Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pemimpin Pengelola Organ
Pendidikan dibebaskan dari tanggung jawab karena laporan tahunan badan hukum
pendidikan tidak mengandung kekurangan, kekeliruan, atau kekhilafan.

Ayat (3)

Yang dimaksudkan dengan hal
baru adalah bukti baru atau novum.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan menteri adalah menteri yang memiliki kewenangan
yang berkaitan dengan BHPP yang bersangkutan.

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan ini hanya berlaku
untuk badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Berhubung dana hibah berasal
Angaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, maka otoritas pengawasan negara berhak untuk melakukan audit keuangan
berlaku hanya pada bagian keuangan badan hukum pendidikan yang berasal dari
hibah.



Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (1)

Cukup jelas.



Pasal 54

Cukup jelas.



Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pegawai
negeri sipil yang pada saat Undang-Undang ini berlaku sudah bekerja di suatu
satuan pendidikan menjadi pegawai negeri sipil yang dipekerjakan pada badan
hukum pendidikan.

Ayat (3)

Tenaga badan hukum pendidikan
yang berstatus pegawai negeri sipil yang
dipekerjakan tetap harus membuat perjanjian dengan pemimpin organ
pengelola pendidikan, karena sekalipun tenaga tersebut telah diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah, yang
bersangkutan belum diangkat oleh badan hukum pendidikan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.



Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 57

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Yang dimaksud dengan tujuan
badan hukum pendidikan sudah tercapai antara lain apabila badan hukum
pendidikan didirikan dengan tujuan khusus untuk menghasilkan sejumlah lulusan,
sehingga setelah jumlah tersebut terpenuhi maka badan hukum pendidikan bubar.

Huruf c.

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal 63

Cukup jelas.



Pasal 64

Cukup jelas.



Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal
66

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas.



Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 68

Cukup jelas.



Pasal 69

Cukup jelas.





TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR...

Comments

Popular posts from this blog

PRINSIP DAN TEKNIK IDENTIFIKASI DAMPAK LINGKUNGAN

biotek yoghurt

Mahalnya Kebersihan